Jumat, 02 Maret 2012
Rabu, 29 Februari 2012
Dalam
rangka promo peluncuran blog saya, maka saya tawarkan untuk para
pemasang iklan untuk dapat memanfaatkan space iklan gratis di blog saya.
Hal ini sama sekali tidak memerlukan biaya karena semuanya gratis,
asalkan harus memenuhi beberapa persyaratan yang akan saya ajukan.
PERSYARATAN:
- Ukuran banner 200 X 200
- Berformat jpeg atau gif
- Tidak mengandung unsur SARA atau PORNOGRAFI
- Iklan berlaku hanya dalam 1 bulan
CARA PEMASANGAN:
- Lampirkan data diri/profil situs atau perusahaan anda
- Lampirkan keterangan iklan anda
- Lampirkan banner yang terlebih dahulu anda buat
- Jangan lupa kirimkan alamat website anda
Mengingat kesempatan yang sangat terbatas jadi buruan........
ttd
Cianjur Tea
Curug Citambur
Minggu, 08 Januari 2012. Bersama
istri kembali menelusuri keindahan nusantara ini. Sebenarnya sudah lama
ada niat untuk mengunjungi salah satu objek wisata yang ada di Cianjur
ini. Karena kesibukan yang cukup padat terpaksa menahannya.
Curug Citambur merupakan salah satu curug
atau air terjun yang memiliki pontensi wisata yang cukup bagus.
Terletak di desa Karang Jaya kecamatan Pagelaran kabupaten Cianjur.
Berangkat dari rumah sekitar pukul 07:30
pagi, menuju ke arah Ciwidey. Setelah melewati perkebunan teh Rancabali
langsung belok kanan menuju perkebunan teh Sinumbra. Dengan diiringi
gerimis dan jalan tidak terlalu bagus membuat jalan semakin licin.
Dinginnya cuaca pun turut menambah beratnya perjalanan ini.
Perkebunan Teh Sinumbra
Jalan
hingga desa Cipelah masih cukup baik, selanjutnya hingga perbatasan
Kabupaten Bandung dan Cianjur jalan rusak parah. Apalagi jalan dalam
keadaan basah harus membuat kita lebih berhati-hati.
Memasuki wilayah Cianjur, jalan sudah sangat bagus. Sudah cukup baik dijadikan sirkuit
. Namun harus tetap waspada melihat jalan yang cukup sempit dan banyaknya tikungan.

Sekitar pukul 12 siang, setelah menempuh
perjalanan 76 km akhirnya tiba juga di gardu masuk curug Citambur. Hanya
membayar 3000 rupiah, untuk 2 orang dan 1 motor. Fantastis murahnya.


Tampak dari kejauhan

My Wife & My Bike at Curug Citambur
Hanya berjalan beberapa puluh meter dari
parkiran sudah bisa dekat dengan curugnya. Di sekitar curug juga selalu
diselimuti kabut tipis membuatnya semakin indah kawasan ini.

Curug Citambur 7°11'35.25" S 107°14'2.20" E

Aliran air Curug diselimuti kabut tipis
Cukup puas menikmati keindahan curug
Citambur. Sekitar pukul 13:00 saatnya kembali ke Bandung. Namun berbeda
dengan jalur berangkat. Jalur pulangnya sengaja memilih menuju arah
Cianjur.
Di daerah Sukanegara, sekitar pukul 14:30
istirahat sejenak sembari santap siang. 30 menit kemudian perjalanan
dilanjutkan kembali menuju arah Gunung Halu. Sekitar 5 km pertama jalan
cukup mulus hingga dapat memacu kendaraan lebih cepat. Selanjutnya jalan
yang dilalui sangat sulit. Dengan jalan batu yang banyak lobangnya.
Masih beruntung cuaca sudah cerah. Jadi jalan tidak terlalu licin untuk
dilewati.
Melewati hutan hanya berdua dengan istri
cukup membuat khawatir. Sepanjang jalan hanya bisa berdo’a semoga tidak
ada masalah dengan motor ini. Setelah melewati hutan dan jalan rusak
berat sekitar 10 km akhirnya tiba juga di daerah gunung halu. Cukup lega
karena sudah mulai kelihatan peradaban.

Setelah melewati daerah Buni Jaya, jalan sudah cukup baik. Jalan yang sama yang dulu saya lewati saat menuju Curug Malela.
Tubuh juga cukup lelah menaklukkan jalur
Sukanegara – Gunung Halu. Sehingga terpaksa harus segera istirahat.
Beruntung Pulsarian Bandung punya sesepuh
yang tinggal di Cililin. Jadi bisa silaturahmi sejenak sembari istirahat.

Sambutan yang hangat dari pak kadar #290
dan keluarga membuat betah berlama-lama. Tidak terasa hampir 1 jam
bercengkrama berbagi informasi dengan pak Kadar. Sebelum pulang juga
istri dibelakin oleh-oleh khas cililin oleh bu Kadar. Makasih banyak
atas sambutannya pak Kadar dan keluarga. Semoga lain kali kita bisa
jalan bareng pak.

Foto bareng pak Kadar
Pukul 17:30 terpakasa harus meninggalkan
Cililin karena perjalanan ke Bandung yang masih cukup Jauh. Hingga
akhirnya tiba kembali ke rumah sekitar pukul 20:00 dengan perasaan cukup
puas dan lelah. Total perjalanan 207.6 km dan 12.5 Jam.
Ayam Pelung
Ayam Pelung merupakan ayam peliharaan asal Cianjur,
sejenis ayam asli Indonesia dengan tiga sifat genetik. Pertama suara
berkokok yang panjang mengalun. Kedua pertumbuhannya cepat. Ketiga
postur badan yang besar. Bobot ayam pelung jantan dewasa bisa mencapai 5
- 6 kg dengan tinggi antara 40 sampai 50 cm.

Menurut cerita tahun 1850 di Desa Bunikasih Kecamatan
Warungkondang Cianjur ada Kiayi dan Petani bernama H. Djarkasih atau
Mama Acih menemukan anak ayam jantan di kebunnya.
Anak ayam yang trundul di bawa pulang dan dipelihara. Pertumbuhan anak ayam tersebut sangat pesat menjadi seekor Ayam Jago bertubuh besar dan tinggi serta suara kokoknya panjang mengalun dan berirama. Ayam jantan itu dinamakan Ayam Pelung dan oleh Mama Acih dikembangkan, dikawinkan dengan ayam betina biasa.
Sekarang Ayam Pelung ini semakin terkenal dan cukup diminati oleh masyarakat umum, wisatawan nusantara dan mancanegara. Seorang Putra Kaisar Jepang pernah berkunjung ke Warungkondang untuk melihat peternakan Ayam Pelung tersebut. Bahkan di Cianjur setiap tahun diselenggarakan kontes Ayam Pelung yang diikuti pemilik dan pemelihara ayam pelung se-Jawa-Barat dan DKI Jakarta. Ayam Pelung terbaik yang menjadi juara kontes bisa mencapai harga jutaan rupiah.
Anak ayam yang trundul di bawa pulang dan dipelihara. Pertumbuhan anak ayam tersebut sangat pesat menjadi seekor Ayam Jago bertubuh besar dan tinggi serta suara kokoknya panjang mengalun dan berirama. Ayam jantan itu dinamakan Ayam Pelung dan oleh Mama Acih dikembangkan, dikawinkan dengan ayam betina biasa.
Sekarang Ayam Pelung ini semakin terkenal dan cukup diminati oleh masyarakat umum, wisatawan nusantara dan mancanegara. Seorang Putra Kaisar Jepang pernah berkunjung ke Warungkondang untuk melihat peternakan Ayam Pelung tersebut. Bahkan di Cianjur setiap tahun diselenggarakan kontes Ayam Pelung yang diikuti pemilik dan pemelihara ayam pelung se-Jawa-Barat dan DKI Jakarta. Ayam Pelung terbaik yang menjadi juara kontes bisa mencapai harga jutaan rupiah.
Nama ayam pelung berasal dari bahasa sunda Mawelung atau Melung
yang artinya melengkung, karena dalam berkokok menghasilkan bunyi
melengkung juga karena ayam pelung memiliki leher yang panjang dalam
mengahiri suara / kokokannya dengan posisi melengkung.
Ayam pelung merupakan salah satu jenis ayam lokal
indonesia yang mempunyai karakteristik khas, yang secara umum ciri ciri
ayam pelumg dapat digambarkan sebagai berikut :
- Badan: Besar dab kokoh (jauh lebih berat / besar dibanding ayam lokal biasa)
- Cakar: Panjang dan besar, berwarna hitam, hijau, kuning atau putih
- Pial: Besar, bulat dan memerah
- Jengger: Besar, tebal dan tegak, sebagian miring dan miring, berwarna merah dan berbentuk tunggal
- Warna bulu: Tidak memiliki pola khas, tapi umumnya campuran merah dan hitam ; kuning dan putih ; dan atau campuran warna hijau mengkilat
- Suara: Berkokok berirama, lebih merdu dan lebih panjang dibanding ayam jenis lainnya.
Budidaya yang bertujuan untuk menghasilkan keturunan
ayam pelung yang unggul dan baik terus dilakukan secara teliti dan
tepat, yang mencakup antara lain : Pemilihan Induk, Pemilihan Pejantan,
Teknik pemeliharaan dan kesehatan (sanitasi kandang & vaksinasi
berkala). Dengan perkembangan teknologi belakangan ini, kita semua
sependapat bahwa ayam pelung harus dikembangkan dan dibididayakan secara
maksimal untuk kepentingan kesejahteraan manusia, tetapi dari sisi
melestarikan dan mengembangkan ayam pelung dengan tidak harus merusak
atau memusnahkan ras pelung yang sudah ada dan terbukti memiliki
berbagai keunggulan.
Kontes Dan Bursa Ayam Pelung
Seperti halnya burung perkutut atau burung kicauan
lainnya, ayam jago pelung juga dikonteskan yang menitik beratkan kepada
alunan suaranya, dan sekarang ini hampir semua aspek sudah mendapat
penilaian dalam suatu kontes : kontes suara khusus untuk jago ayam
pelung, kontes penampilan, bobot badan dan juga untuk Pelung betina
yang meliputi lomba lokal, nasional maupun internasional yang telah
diagendakan secara terorganisir pada setiap tahunnya.
Pada kontes Ayam Pelung tersebut selain diadakan
lomba tarik suara dan lainnya juga merupakan arena bursa penjualan dari
anak ayam sampai ayam dewasa, dari usia 0 s/d 1 bulan (jodoan), usia 3
bulan (sangkal), usia 6 s/d 7 bulan (jajangkar), sampai kepada ayam
pelung yang sudah jadi (siap kontes). Dengan demikian lomba/kontes ayam
pelung sekaligus merupakan bursa penjualan, promosi dan sosialisasi
khusus ayam pelung. Melalui bursa semacam ini para pembeli, penjual dan
penggemar merasa puas karena pada umumnya mendapatkan bibit-bibit
maupun induk yang berkualitas dan tambahan pengetahuan tentang segala
hal mengenai ayam pelung yang cukup memuaskan dari sesama peternak dan
penggemar.
1) Ngaos
Ngaos adalah tradisi mengaji yang mewarnai suasana dan nuansa Cianjur dengan masyarakat yang dilekati dengan ke beragamaan. Citra sebagai daerah agamis ini konon sudah terintis sejak Cianjur ada dari ketiadan yakni sekitar tahun 1677 dimana tatar Cianjur ini dibangun oleh para ulama dan santri tempo dulu yang gencar mengembangkan syiar Islam. Itulah sebabnya Cianjur juga sempat mendapat julukan gudang santri dan kyai. Bila di tengok sekilas sejarah perjuangan di tatar Cianjur jauh sebelum masa perang kemerdekaan, bahwa kekuatan-kekuatan perjuangan kemerdekaan pada masa itu tumbuh dan bergolak pula di pondok-pondok pesantren. Banyak pejuang-pejuang yang meminta restu para kyai sebelum berangkat ke medan perang. Mereka baru merasakan lengkap dan percaya diri berangkat ke medan juang setelah mendapat restu para kyai. Mamaos adalah seni budaya yang menggambarkan kehalusan budi dan rasa menjadi perekat persaudaraan dan kekeluargaan dalam tata pergaulan hidup. Seni mamaos tembang sunda Cianjuran lahir dari hasil cipta, rasa dan karsa Bupati Cianjur R. Aria Adipati Kusumahningrat yang dikenal dengan sebutan Dalem Pancaniti. Ia menjadi pupuhu (pemimpin) tatar Cianjur sekitar tahun 1834-1862.
2) Mamaos
Seni mamaos ini terdiri dari alat kecapi indung (Kecapi besar dan Kecapi rincik (kecapi kecil) serta sebuah suling yang mengiringi panembanan atau juru. Pada umumnya syair mamaos ini lebih banyak mengungkapkan puji-pujian akan kebesaran Tuhan dengan segala hasil ciptaanNya.
3) Maenpo
Maenpo adalah seni diri pencak silat yang menggambarkan keterampilan dan ketangguhan. Pencipta dan penyebar maenpo ini adalah R. Djadjaperbata atau dikenal dengan nama R. H. Ibrahim aliran ini mempunyai ciri permainan rasa yaitu sensitivitas atau kepekaan yang mampu membaca segala gerak lawan ketika anggota badan saling bersentuhan. Dalam maenpo dikenal ilmu Liliwatan (penghindaran) dan Peupeuhan (pukulan).
Ngaos adalah tradisi mengaji yang mewarnai suasana dan nuansa Cianjur dengan masyarakat yang dilekati dengan ke beragamaan. Citra sebagai daerah agamis ini konon sudah terintis sejak Cianjur ada dari ketiadan yakni sekitar tahun 1677 dimana tatar Cianjur ini dibangun oleh para ulama dan santri tempo dulu yang gencar mengembangkan syiar Islam. Itulah sebabnya Cianjur juga sempat mendapat julukan gudang santri dan kyai. Bila di tengok sekilas sejarah perjuangan di tatar Cianjur jauh sebelum masa perang kemerdekaan, bahwa kekuatan-kekuatan perjuangan kemerdekaan pada masa itu tumbuh dan bergolak pula di pondok-pondok pesantren. Banyak pejuang-pejuang yang meminta restu para kyai sebelum berangkat ke medan perang. Mereka baru merasakan lengkap dan percaya diri berangkat ke medan juang setelah mendapat restu para kyai. Mamaos adalah seni budaya yang menggambarkan kehalusan budi dan rasa menjadi perekat persaudaraan dan kekeluargaan dalam tata pergaulan hidup. Seni mamaos tembang sunda Cianjuran lahir dari hasil cipta, rasa dan karsa Bupati Cianjur R. Aria Adipati Kusumahningrat yang dikenal dengan sebutan Dalem Pancaniti. Ia menjadi pupuhu (pemimpin) tatar Cianjur sekitar tahun 1834-1862.
2) Mamaos
Seni mamaos ini terdiri dari alat kecapi indung (Kecapi besar dan Kecapi rincik (kecapi kecil) serta sebuah suling yang mengiringi panembanan atau juru. Pada umumnya syair mamaos ini lebih banyak mengungkapkan puji-pujian akan kebesaran Tuhan dengan segala hasil ciptaanNya.
3) Maenpo
Maenpo adalah seni diri pencak silat yang menggambarkan keterampilan dan ketangguhan. Pencipta dan penyebar maenpo ini adalah R. Djadjaperbata atau dikenal dengan nama R. H. Ibrahim aliran ini mempunyai ciri permainan rasa yaitu sensitivitas atau kepekaan yang mampu membaca segala gerak lawan ketika anggota badan saling bersentuhan. Dalam maenpo dikenal ilmu Liliwatan (penghindaran) dan Peupeuhan (pukulan).
Dalem / Bupati Cianjur dari masa ke masa
1. R.A. Wira Tanu I (1677-1691)
2. R.A. Wira Tanu II (1691-1707)
3. R.A. Wira Tanu III (1707-1727)
4. R.A. Wira Tanu Datar IV (1927-1761)
5. R.A. Wira Tanu Datar V (1761-1776)
6. R.A. Wira Tanu Datar VI (1776-1813)
7. R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833)
8. R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834)
9. R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862)
10. R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910)
11. R. Demang Nata Kusumah (1910-1912)
12. R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920)
13. R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932)
14. R. Sunarya (1932-1934)
15. R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943)
16. R. Adiwikarta (1943-1945)
17. R. Yasin Partadiredja (1945-1945)
18. R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946)
19. R. Abas Wilagasomantri (1946-1948)
20. R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950)
21. R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952)
22. R. Akhyad Penna (1952-1956)
23. R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957)
24. R. Muryani Nataatmadja (1957-1959)
25. R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966)
26. Letkol R. Rakhmat (1966-1966)
27. Letkol Sarmada (1966-1969)
28. R. Gadjali Gandawidura (1969-1970)
29. Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978)
30. Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983)
31. Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988)
32. Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1996)
33. Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001)
34. Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006)
35. Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011)
1. R.A. Wira Tanu I (1677-1691)
2. R.A. Wira Tanu II (1691-1707)
3. R.A. Wira Tanu III (1707-1727)
4. R.A. Wira Tanu Datar IV (1927-1761)
5. R.A. Wira Tanu Datar V (1761-1776)
6. R.A. Wira Tanu Datar VI (1776-1813)
7. R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833)
8. R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834)
9. R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862)
10. R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910)
11. R. Demang Nata Kusumah (1910-1912)
12. R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920)
13. R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932)
14. R. Sunarya (1932-1934)
15. R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943)
16. R. Adiwikarta (1943-1945)
17. R. Yasin Partadiredja (1945-1945)
18. R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946)
19. R. Abas Wilagasomantri (1946-1948)
20. R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950)
21. R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952)
22. R. Akhyad Penna (1952-1956)
23. R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957)
24. R. Muryani Nataatmadja (1957-1959)
25. R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966)
26. Letkol R. Rakhmat (1966-1966)
27. Letkol Sarmada (1966-1969)
28. R. Gadjali Gandawidura (1969-1970)
29. Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978)
30. Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983)
31. Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988)
32. Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1996)
33. Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001)
34. Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006)
35. Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011)
Cianjur pertama kali didirikan oleh Raden Aria Wiratanu yang merupakan
putra R.A. Wangsa Goparana Dalem Sagara Herang pada tanggal 12 Juli
1677.
Pada pertengahan abad ke 17 ada perpindahan rakyat dari Sagara Herang yang mencari tempat baru di pinggir sungai untuk bertani dan bermukim. Babakan atau kampoung mereka dinamakan menurut menurut nama sungai dimana pemukiman itu berada. Seiring dengan itu Raden Djajasasana putra Aria Wangsa Goparana dari Talaga keturunan Sunan Talaga, terpaksa meninggalkan Talaga karena masuk Agama Islam, sedangkan para Sunan Talaga waktu itu masih kuat memeluk agama Hindu.
Aria Wangsa Goparana kemudian mendirikan Nagari Sagara Herang dan menyebarkan Agama Islam ke daerah sekitarnya. Sementara itu Cikundul yang sebelumnya hanyalah merupakan sub nagari menjadi Ibu Nagari tempat pemukiman rakyat Djajasasana. Beberapa tahun sebelum tahun 1680 sub nagari tempat Raden Djajasasana disebut Cianjur (Tsitsanjoer-Tjiandjoer).
Dalem / Bupati Cianjur dari masa ke masa
1. R.A. Wira Tanu I (1677-1691)
2. R.A. Wira Tanu II (1691-1707)
3. R.A. Wira Tanu III (1707-1727)
4. R.A. Wira Tanu Datar IV (1927-1761)
5. R.A. Wira Tanu Datar V (1761-1776)
6. R.A. Wira Tanu Datar VI (1776-1813)
7. R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833)
8. R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834)
9. R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862)
10. R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910)
11. R. Demang Nata Kusumah (1910-1912)
12. R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920)
13. R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932)
14. R. Sunarya (1932-1934)
15. R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943)
16. R. Adiwikarta (1943-1945)
17. R. Yasin Partadiredja (1945-1945)
18. R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946)
19. R. Abas Wilagasomantri (1946-1948)
20. R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950)
21. R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952)
22. R. Akhyad Penna (1952-1956)
23. R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957)
24. R. Muryani Nataatmadja (1957-1959)
25. R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966)
26. Letkol R. Rakhmat (1966-1966)
27. Letkol Sarmada (1966-1969)
28. R. Gadjali Gandawidura (1969-1970)
29. Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978)
30. Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983)
31. Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988)
32. Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1996)
33. Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001)
34. Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006)
35. Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011)
Pada pertengahan abad ke 17 ada perpindahan rakyat dari Sagara Herang yang mencari tempat baru di pinggir sungai untuk bertani dan bermukim. Babakan atau kampoung mereka dinamakan menurut menurut nama sungai dimana pemukiman itu berada. Seiring dengan itu Raden Djajasasana putra Aria Wangsa Goparana dari Talaga keturunan Sunan Talaga, terpaksa meninggalkan Talaga karena masuk Agama Islam, sedangkan para Sunan Talaga waktu itu masih kuat memeluk agama Hindu.
Aria Wangsa Goparana kemudian mendirikan Nagari Sagara Herang dan menyebarkan Agama Islam ke daerah sekitarnya. Sementara itu Cikundul yang sebelumnya hanyalah merupakan sub nagari menjadi Ibu Nagari tempat pemukiman rakyat Djajasasana. Beberapa tahun sebelum tahun 1680 sub nagari tempat Raden Djajasasana disebut Cianjur (Tsitsanjoer-Tjiandjoer).
Dalem / Bupati Cianjur dari masa ke masa
1. R.A. Wira Tanu I (1677-1691)
2. R.A. Wira Tanu II (1691-1707)
3. R.A. Wira Tanu III (1707-1727)
4. R.A. Wira Tanu Datar IV (1927-1761)
5. R.A. Wira Tanu Datar V (1761-1776)
6. R.A. Wira Tanu Datar VI (1776-1813)
7. R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833)
8. R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834)
9. R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862)
10. R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910)
11. R. Demang Nata Kusumah (1910-1912)
12. R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920)
13. R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932)
14. R. Sunarya (1932-1934)
15. R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943)
16. R. Adiwikarta (1943-1945)
17. R. Yasin Partadiredja (1945-1945)
18. R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946)
19. R. Abas Wilagasomantri (1946-1948)
20. R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950)
21. R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952)
22. R. Akhyad Penna (1952-1956)
23. R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957)
24. R. Muryani Nataatmadja (1957-1959)
25. R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966)
26. Letkol R. Rakhmat (1966-1966)
27. Letkol Sarmada (1966-1969)
28. R. Gadjali Gandawidura (1969-1970)
29. Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978)
30. Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983)
31. Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988)
32. Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1996)
33. Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001)
34. Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006)
35. Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011)
Filosofi Cianjur
Cianjur memiliki filosofi yang sangat bagus,
yakni ngaos, mamaos dan maenpo yang mengingatkan tentang 3 (tiga) aspek
keparipurnaan hidup. Ngaos adalah tradisi mengaji yang mewarnai suasana
dan nuansa Cianjur dengan masyarakat yang dilekati dengan ke beragamaan.
Citra sebagai daerah agamis ini konon sudah terintis sejak Cianjur ada
dari ketiadan yakni sekitar tahun 1677 dimana tatar Cianjur ini dibangun
oleh para ulama dan santri tempo dulu yang gencar mengembangkan syiar
Islam. Itulah sebabnya Cianjur juga sempat mendapat julukan gudang
santri dan kyai. Bila di tengok sekilas sejarah perjuangan di tatar
Cianjur jauh sebelum masa perang kemerdekaan, bahwa kekuatan-kekuatan
perjuangan kemerdekaan pada masa itu tumbuh dan bergolak pula di
pondok-pondok pesantren. Banyak pejuang-pejuang yang meminta restu para
kyai sebelum berangkat ke medan perang. Mereka baru merasakan lengkap
dan percaya diri berangkat ke medan juang setelah mendapat restu para
kyai. Mamaos adalah seni budaya yang menggambarkan kehalusan budi dan
rasa menjadi perekat persaudaraan dan kekeluargaan dalam tata pergaulan
hidup. Seni mamaos tembang sunda Cianjuran lahir dari hasil cipta, rasa
dan karsa Bupati Cianjur R. Aria Adipati Kusumahningrat yang dikenal
dengan sebutan Dalem Pancaniti. Ia menjadi pupuhu (pemimpin) tatar
Cianjur sekitar tahun 1834-1862.
Seni mamaos ini terdiri dari alat kecapi indung (Kecapi besar dan Kecapi rincik (kecapi kecil) serta sebuah suling yang mengiringi panembanan atau juru. Pada umumnya syair mamaos ini lebih banyak mengungkapkan puji-pujian akan kebesaran Tuhan dengan segala hasil ciptaanNya. Sedangkan Maenpo adalah seni diri pencak silat yang menggambarkan keterampilan dan ketangguhan. Pencipta dan penyebar maenpo ini adalah R. Djadjaperbata atau dikenal dengan nama R. H. Ibrahim aliran ini mempunyai ciri permainan rasa yaitu sensitivitas atau kepekaan yang mampu membaca segala gerak lawan ketika anggota badan saling bersentuhan. Dalam maenpo dikenal ilmu Liliwatan (penghindaran) dan Peupeuhan (pukulan).
Apabila filosofi tersebut diresapi, pada hakekatnya merupakan symbol rasa keber-agama-an, kebudayaan dan kerja keras. Dengan keber-agama-an sasaran yang ingin dicapai adalah terciptanya keimanan dan ketaqwaan masyarakat melalui pembangunan akhlak yang mulia. Dengan kebudayaan, masyarakat cianjur ingin mempertahankan keberadaannya sebagai masyarakat yang berbudaya, memiliki adab, tatakrama dan sopan santun dalam tata pergaulan hidup. Dengan kerja keras sebagai implementasi dari filosofi maenpo, masyarakat Cianjur selalu menunjukan semangat keberdayaan yang tinggi dalam meningkatkan mutu kehidupan. Liliwatan, tidak semata-mata permainan beladiri dalam pencak silat, tetapi juga ditafsirkan sebagai sikap untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang maksiat. Sedangkan peupeuhan atau pukulan ditafsirkan sebagai kekuatan didalam menghadapi berbagai tantangan dalam hidup.
Sedangkan visi pembangunan Kabupaten Cianjur untuk kurun waktu 5 tahun dari tahun 2011 sampai 2016 adalah Terwujudnya Kabupaten Cianjur lebih sejahtera dan berakhlaqul karimah.
Seni mamaos ini terdiri dari alat kecapi indung (Kecapi besar dan Kecapi rincik (kecapi kecil) serta sebuah suling yang mengiringi panembanan atau juru. Pada umumnya syair mamaos ini lebih banyak mengungkapkan puji-pujian akan kebesaran Tuhan dengan segala hasil ciptaanNya. Sedangkan Maenpo adalah seni diri pencak silat yang menggambarkan keterampilan dan ketangguhan. Pencipta dan penyebar maenpo ini adalah R. Djadjaperbata atau dikenal dengan nama R. H. Ibrahim aliran ini mempunyai ciri permainan rasa yaitu sensitivitas atau kepekaan yang mampu membaca segala gerak lawan ketika anggota badan saling bersentuhan. Dalam maenpo dikenal ilmu Liliwatan (penghindaran) dan Peupeuhan (pukulan).
Apabila filosofi tersebut diresapi, pada hakekatnya merupakan symbol rasa keber-agama-an, kebudayaan dan kerja keras. Dengan keber-agama-an sasaran yang ingin dicapai adalah terciptanya keimanan dan ketaqwaan masyarakat melalui pembangunan akhlak yang mulia. Dengan kebudayaan, masyarakat cianjur ingin mempertahankan keberadaannya sebagai masyarakat yang berbudaya, memiliki adab, tatakrama dan sopan santun dalam tata pergaulan hidup. Dengan kerja keras sebagai implementasi dari filosofi maenpo, masyarakat Cianjur selalu menunjukan semangat keberdayaan yang tinggi dalam meningkatkan mutu kehidupan. Liliwatan, tidak semata-mata permainan beladiri dalam pencak silat, tetapi juga ditafsirkan sebagai sikap untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang maksiat. Sedangkan peupeuhan atau pukulan ditafsirkan sebagai kekuatan didalam menghadapi berbagai tantangan dalam hidup.
Sedangkan visi pembangunan Kabupaten Cianjur untuk kurun waktu 5 tahun dari tahun 2011 sampai 2016 adalah Terwujudnya Kabupaten Cianjur lebih sejahtera dan berakhlaqul karimah.
Jika Cianjur hujan, seperti saat ini, sore menjelang malam,...terkadang menikmati secangkir teh hangat atau secangkir kopi panas dengan beberapa makanan favorit seperti pisang goreng, bala2, gehu, dll, terasa menghangatkan suasana...akupun segera membawa secangkir kopi panas itu, menikmatinya bersama2 ...mmm harumnya, kopi/teh hangat itu mengalir didalam dada yg agak kedinginan ini. Kebetulan di sini sedang menikmati siaran radio juga, sambil ngobrol2 bersama keluarga dan teman...uhh betul2 sore yg mengasyikkan, kadang waktu tidak terasa jika bersama sama orang terdekat...karena menjelang maghrib nih, cerita bersambung dulu ya sahabat !...selamat sore CIANJUR.
Langganan:
Postingan (Atom)